Breaking News

Terbaru

Mengapa Kartini, Bukan Cut Nyak Dien Atau Dewi Sartika ?

Written By Unknown on 26 Apr 2014 | 07.33

Oleh Tiar Anwar Bachtiar (* Insists UI

luttawar.com
Foto Ist
(www.voa-islam.comMengapa harus Kartini? Mengapa setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?
Pada dekade 1980-an, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik pengkultusan R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Tahun 1988, masalah ini kembali menghangat, menjelang peringatan hari Kartini 21 April 1988. Ketika itu akan diterbitkan buku Surat-Surat Kartini oleh F.G.P. Jacquet melalui penerbitan Koninklijk Institut voor Tall-Landen Volkenkunde (KITLV).
Tulisan ini bukan untuk menggugat pribadi Kartini. Banyak nilai positif yang bisa kita ambil dari kehidupan seorang Kartini. Tapi, kita bicara tentang Indonesia, sebuah negara yang majemuk. Maka, sangatlah penting untuk mengajak kita berpikir tentang sejarah Indonesia. Sejarah sangatlah penting. Jangan sekali-kali melupakan sejarah, kata Bung Karno. Al-Quran banyak mengungkapkan betapa pentingnya sejarah, demi menatap dan menata masa depan.
Banyak pertanyaan yang bisa diajukan untuk sejarah Indonesia. Mengapa harus Boedi Oetomo, Mengapa bukan Sarekat Islam? Bukankah Sarekat Islam adalah organisasi nasional pertama? Mengapa harus Ki Hajar Dewantoro, Mengapa bukan KH Ahmad Dahlan, untuk menyebut tokoh pendidikan? Mengapa harus dilestarikan ungkapan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani sebagai jargon pendidikan nasional Indonesia? 
Bukankah katanya, kita berbahasa satu: Bahasa Indonesia? Tanyalah kepada semua guru dari Sabang sampai Merauke. Berapa orang yang paham makna slogan pendidikan nasional itu? Mengapa tidak diganti, misalnya, dengan ungkapan Iman, Ilmu, dan amal, sehingga semua orang Indonesia paham maknanya.
Kini, kita juga bisa bertanya, Mengapa harus Kartini? Ada baiknya, kita lihat sekilas asal-muasalnya. Kepopuleran Kartini tidak terlepas dari buku yang memuat surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabat Eropanya, Door Duisternis tot Licht, yang oleh Armijn Pane diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang.

Buku ini diterbitkan semasa era Politik Etis oleh Menteri Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan Hindia Belanda Mr. J.H. Abendanon tahun 1911. Buku ini dianggap sebagai grand idea yang layak menempatkan Kartini sebagai orang yang sangat berpikiran maju pada zamannya. Kata mereka, saat itu, tidak ada wanita yang berpikiran sekritis dan semaju itu.
Beberapa sejarawan sudah mengajukan bukti bahwa klaim semacam itu tidak tepat. Ada banyak wanita yang hidup sezamannya juga berpikiran sangat maju. Sebut saja Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (terakhir pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita.
Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.
Kalau Kartini hanya menyampaikan Sartika dan Rohana dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).
Kalau saja ada yang sempat menerbitkan pikiran-pikiran Rohana dalam berbagai surat kabar itu, apa yang dipikirkan Rohana jauh lebih hebat dari yang dipikirkan Kartini. Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pocut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita.
Di Aceh kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati. Aceh juga pernah dipimpin oleh Sultanah (sultan wanita) selama empat periode (1641-1699). Posisi sulthanah dan panglima jelas bukan posisi rendahan.
Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini? — Apa karena Cut Nyak dibenci penjajah?— Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu? Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.
Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan, begitu kata Rohana Kudus.
Bayangkan, jika sejak dulu anak-anak kita bernyanyi: Ibu kita Cut Nyak Dien. Putri sejati. Putri Indonesia…, mungkin tidak pernah muncul masalah Gerakan Aceh Merdeka. Tapi, kita bukan meratapi sejarah, Ini takdir. Hanya, kita diwajibkan berjuang untuk menyongsong takdir yang lebih baik di masa depan. Dan itu bisa dimulai dengan bertanya, secara serius: Mengapa Harus Kartini?

*Peneliti INSISTS dan Kandidat Doktor Sejarah, Universitas Indonesia

Penyandang Disabilitas Aceh Utara Disantuni KPA

Written By Unknown on 3 Jan 2014 | 09.32

Luttawar.com
Tgk. Muhammad Yasir menyerahkan bantuan secara simbolis
Aceh Utara-Luttawar.com. Komite Peralihan Acheh (KPA) Pusat hari ini (03/04/13) melakukan pendistribusian bantuan alat bantu kepada penyandang disabilitas yang ada di wilayah Kabupaten Aceh Utara. Kegiatan sosial ini bekerja sama dengan Yayasan Permata Atjeh Peduli (YPAP) yang merupakan lembaga sosial penyantun penyandang disabilitas yang berkantor pusat di Lokseumawe-Aceh utara. Adapun bantuan yang diberikan berupa 2 unit becak motor, 2 unit alat bantu berjalan (tongkat ketiak), 2 unit tongkat peraba, 4 paket modal usaha, dan 50 paket nutrisi yang terdiri gula pasir, kacang hijau, minyak goreng, makanan ringan, hyigiene-kit (peralatan kebersihan-red) dan susu kedelai kemasan.
Tgk. Muhammad Yasir selaku Wakil Bendahara Umum Komite Peralihan Acheh (KPA) PUSAT menyerahkan secara simbolis bantuan alat bantu yang diterima langsung oleh Kabid Rehabilitasi Sosial Aceh Utara dalam hal ini Muhammad Jalil, SH yang mewakili Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Utara Drs. Jailani Abdullah MM yang tidak dapat hadir hari ini. Kegiatan ini dilaksanakan di Aula Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Utara pada pukul 10.00 WIB.
Dalam sambutannya  Muhammad Jalil, SH sangat berterima kasih kepada Komite Peralihan Acheh (KPA) Pusat yang telah membantu kegiatan ini dalam pendistribusian untuk wilayah Aceh Utara, karena mengingat jumlah Penyandang Disabilitas sekitar 4000 jiwa diwilayah ini.
" Kami ucapkan ribuan terimakasih atas bantuan bagi penyandang disabilitas ini kepada Komite Peralihan Acheh Pusat mengingat lebih kurang ada 4000 jiwa penyandang cacat di Aceh Utara membutuhkan perhatian secara terus menerus dari pihak berwenang ." Katanya

Tgk Hasanuddin Bin Sabon selaku Bendahara Umum Komite Peralihan Acheh (KPA) Pusat yang diwakili oleh Tgk Muhammad Yasir mengharapkan bantuan yang diberikan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan juga dirawat sebagai modal untuk masa-masa yang akan datang, serta sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kegiatan ini dan juga mengharapkan dapat berkoordinasi dalam setiap kegiatan yang menyangkut dengan permasalahan disabilitas. 

Luttawar.com
Selain dalam kegiatan tersebut pada pukul 11.00 WIB Tgk Hasanuddin Bin Sabon juga Melakukan kunjungan pada kegiatan pemeriksaan kesehatan kepada anak-anak berkebutuhan khusus yang dipusatkan di Sekolah Luar Biasa (SLB) “AZURA” dengan jumlah peserta lebih kurang 25 orang anak. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik, tinggi badan, berat badan dan juga riwayat didapat kecacatan maupun kebutuhan kesehatan sehari-hari dalam kehidupan. (MF)

Peringati 9 Tahun Tsunami, Komunitas Sastra Lazuardi Adakan Teatrikal dan Zikir Bersama

Written By Unknown on 27 Des 2013 | 00.11

luttawar.com
Teatrikal Generasi Lumpur (Foto:Ist)
Lokseumawe-Luttawar.com. Guna memperingati kembali peristiwa tsunami 26 Desember 2004 silam, Komunitas Sastra Lazuardi (KSL) Lokseumawe, hari ini (26/12/2013) mengadakan aksi teatrikal dan pembacaan puisi serta zikir bersama tepat diseputaran Bundaran Simpang Kuta Blang, Lokseumawe.

"Kegiatan yang diberi nama "Refleksi 9 Tahun Tsunami" ini selain diadakan untuk memperingati musibah besar tsunami setinggi 22 meter yang meluluh-lantakkan Aceh 2004 lalu juga merupakan refleksi dari Aceh sebagai Serambi Makkah yang menyimpan beragam khasanah sosial  budaya dan ideologi agama yang secara utuh serta berkesinambungan menjadi pedoman bagi masyarakat Aceh menjalani kehidupan sehari-hari mereka." Kata Mohammad Febriansyah, Ketua Umum Komunitas sastra yang telah berumur 2 tahun lebih ini dalam pers release yang dikirimkannya via email kepada redaksi.


"Penggarapan teatrikal ini mengangkat sebuah refleksi bukan mereka ulang kejadian tsunami di Aceh." Katanya kemudian masih dalam release tersebut.

Ditambahkan kembali oleh Febriansyah, "jadi kita merefleksikannya dengan tema  garapan Generasi Lumpur, yaitu generasi masyarakat Aceh yang semakin mengalami kemunduran dari berbagai sendi kehidupan, salah satunya moral. Dan ini adalah pandangan kedepan bahwa mau jadi seperti apa bangsa ini jika terus menerus tidak memahami sebuah teguran bahkan dari Allah." Pungkasnya kemudian


Komunitas yang terbentuk pada tanggal 23 Juni tahun 2011 ini hingga kini terus eksis menemani masyarakat Lokseumawe dengan karya-karya fenomenal mereka, Pimen D Aryjona yang berdiri dibelakang sejarah Lembaga dengan basic sastra ini adalah seorang pegiat sastra khususnya puisi. Memulai karir sastranya dengan mengadakan diskusi-diskusi diberbagai tempat diseputaran Kota Lokseumawe mulai dari tahun 2011 hingga sekarang setelah terbentuk dan eksisnya Komunitas yang awalnya hanya beranggotakan 9 orang ini.
 Sejak terbentuk hingga sekarang, komunitas ini telah menyelenggarakan dan mensukseskan berbagai kegiatan, diantaranya yang dapat kami rangkum adalah:
  1. Mengikuti Pagelaran Refleksi Tujuh Tahun Tsunami, di aula KNPI Kota Lhokseumawe pada tanggal 26 Desember 2011.
  2. Mengikuti Workshop Musikalisasi Puisi dan Apresiasi Sastra bersama teman-teman dari Teater Rongsokan, Teater Nol binaan Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH), Komunitas Seni Seulawah (KSS), Kelompok Musikalisasi Puisi Balai Bahasa Banda Aceh, KOMPI Manado, KOMPI Banda Aceh dan Guru-guru Bahasa dan Kesenian dari berbagai sekolah di Kota Banda Aceh pada tanggal 5 maret 2012.
  3. Mementaskan naskah Lilin-Lilin dalam acara peringatan Hari AIDS se-Dunia yang dilaksanan oleh panitia bersama pada bulan Desember 2012 dan 2013. Ist

Sebuah Cerpen "Harapan Itu Masih Ada"

Written By Unknown on 14 Des 2013 | 14.56

Masing-masing dari kalian telah merasakan cinta yang lain sekarang, cinta yang membuat kalian merasa berbeda, yang aku tebak tidak semenarik kisah cinta saat kalian masih bersama.

Hena.. Hena...

Dibalik pengakuanmu padaku kau katakan cintamu tidak pernah mati untuknya, bahwa cintamu yang sekarang bersifat murni sebuah perjanjian yang tidak melulu berakhir dengan ikatan pernikahan.

Hena, tahukah kau jebakan ini kau buat sendiri, sementara kau katakan dia yang sekarang bukan tujuan cintamu sebenarnya. Tetapi sampai keturunan ketiga dikeluargamu telah tahu kau memiliki kisah lain dengannya selain kisahmu yang kau tinggalkan. Bagaimana kau harus mengatakan kepada dirimu sendiri kalau kau telah menerima dia yang sekarang tetapi tidak pernah kau lupakan dia yang dulu. Sementara dibalik semua kisah yang kau ukir dengan dia yang sekarang, kau selalu mengatakan padaku kau masih berharap seseorang akan berubah untukmu. Sementara.. Hubungan cintamu yang sekarang bukanlah merupakan rahasia yang tidak diketahui oleh dia yang kau tinggalkan.

Masih ingatkah kau Hena, kau pernah mengatakan akan mengakhiri cintamu yang sekarang setelah rasa kasmaran padanya berkurang pudar tenggelam oleh waktu. Masih ingatkah kau Hena, kau hanya menunggu waktu untuk mengatakan tidak padanya karena hatimu masih terpaut kepada masa lalumu yang sekarat karena kehidupan burung hantunya. Tetapi apa yang kau katakan kemarin seolah kau lupa apa yang kau utarakan tempo hari, seolah kau melupakan janjimu pada lidahmu sendiri bahwa ikatan kalian yang sekarang tidak akan kekal.

Sebentar aku ingat-ingat apa yang kau katakan kemarin, " rasanya aku telah jatuh cinta perlahan-lahan kepadanya. " Tanpa rasa bersalah kau ucapkan itu.

Aku terus terang hampir mengerti jalan pikiranmu, tetapi kenapa kau katakan seseorang harus berubah agar kau mau kembali kepelukannya sementara kau mulai mencintai seserang yang lain yang sebelumnya kau dedikasikan untuk pelampiasan rasa kesalmu.

Apa kau akan menjawab pertanyaanku, apa kau akan dengan mudah menjawab bahwa kau telah terjebak waktu, apa kau akan bisa mengatakan lagi kau masih berharap dia akan menerimamu sebagai seorang yang pernah meninggalkanmu. Dia yang kau tinggalkan karena kehidupannya berbeda, karena malam dan siangnya berada ditempat sebaliknya.

Kau menjawabnya ternyata. Tadi aku dengar dari orang lain kau mengatakan akan kembali padanya kalau dia berubah, sementara dengan dia yang sekarang telah kau temukan seseorang yang kau cari, yang cocok dengan penilaian keluargamu, yang punya rutinitas kehidupan yang persis dengan keluargamu.

Aku coba tebak sekarang, kau masih saja tetap berharap dia yang dulu berubah jadi manusia dan kembali kepadamu. Seorang teman pernah mengatakan padaku bahwa hakikat dari mencintai adalah mencintai apa yang kau lihat Hena, bukan mencari apa yang tidak ada untuk kau cintai. Karena itu bukan cinta. Katanya

***

Sementara kau Reza, apa yang telah coba kau lakukan setelah kau merasa dikhianati oleh cintamu sendiri yang tidak bisa menerima sayapmu yang terbang ditengah malam. Apa kau merasa dengan mudahnya bisa mendapatkan cinta lain yang juga akan kau surati ditengah malam, bukankah kau tahu cinta yang lain itu juga akan tidur ditengah malam.

Apa yang coba kau jawab untuk menampik pertanyaanku tadi, "tetapi suratku dibalasnya dari tengah malam menjelang pagi." Katamu begitu.

Jelas dia menjawabnya karena dia melihat seseorang yang bisa hidup pada siang hari, karena dia baru saja mengenalmu, karena dia (atau mereka) belum berfikir sejauh si Hena berfikir. Pikirkanlah.

Terus terang dibalik semua dialog itu aku tetap berfikir kau melakukan niatmu yang kau utarakan saat kau mulai kehilangan cintamu yang kemarin. Kemarin kau jelaskan kalau kau akan menabur dendam kalau dia benar-benar melupakan cintamu, ibarat makanan kau bilang bahwa makanan sejenis dia akan kau makan setengahnya dan kau buang dijalanan lalu mencari makanan lain yang selanjutnya akan kau buang lagi.

Sementara diakhir-akhir ini kau masih mendengar dia yang dulu masih berharap kau berubah, kau juga masih sering mendapat titipan pesan kalau kau berubah dia akan kembali merengkuhmu dalam cintanya. Aku lihat dalam sikapmu kau masih berharap dan tersenyum mendengar semua itu, gerak gerikmu masih menjawab bahwa cintamu masih miliknya walau apa yang semalam kau katakan bertentangan. Kau hanya menjawab itu sebatas memaniskan ujung lidahmu yang getir akan rasa rindu yang menggebu akan sikap manjanya seperti hari-hari yang lalu. 

Walaupun dibalik semua itu kau tenggelam semakin dalam di kehidupan malammu karena siang hari sayapmu yang mengantuk rontok tidak sanggup terbang. Meskipun kau merasakan beberapa cinta lain sedang mendekat dan sedang dekat, kau tetap mencari kesempatan untuk melihat dia yang dulu dalam ingatanmu.

Aku tetap mendengarkan penuturanmu yang gamblang semalam, bahwa kau sangat benci dia berfikir kau akan mau kembali bersamanya kalaupun dia masih mau menerimamu. Dengan keadaanmu yang sekarang atau dengan perubahan yang diharapkannya.

***

Cerita ini akan jadi saksi selama kalian masih ada, selama kalian berdua masih bersama keinginan kalian atau kalian berdua memutuskan untuk mencampur keinginan itu lagi.

11 Desember 2013 (Zen)

Profil Singkat Soekarno

Written By Unknown on 13 Des 2013 | 08.34

Profil Singkat Soekarno
Presiden RI Pertama
Dr.(HC) Ir. Soekarno(lahir di SurabayaJawa Timur6 Juni 1901–meninggal diJakarta21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966. Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.

Nama

Profil Singkat Soekarno
Sewaktu Menjadi Siswa HBS
Soerabaja
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaituKarna.Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.

Achmed Soekarno

Profil Singkat Soekarno
Rumah Masa Kecil

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Denmark dan bahasa Spanyol.


Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.

Masa Pergerakan Nasional


Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernamaAhmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942. 
Untuk informasi lebih lengkap silahkan klik tautan ini: Profil Lengkap Soekarno
Sumber: Wikipedia

Rachmawati Soekarno Minta Film Ayahnya "Soekarno" Dihentikan

Rachmawati Soekarno Minta Film Ayahnya "Soekarno" Dihentikan
Soekarno, disutradarai Hanung Bramantyo
dan diperankan oleh Ario Bayu (U-Report)
VIVAlife - Rachmawati Soekarnoputri sangat kecewa ketika rumah produksi Multivision Plus tetap menayangkan film "Soekarno: Indonesia Merdeka" di bioskop sejak Rabu, 11 Desember 2013.
Padahal, salah satu putri Proklamator Indonesia itu sejak jauh-jauh hari meminta agar film berdurasi 2 jam 17 menit tersebut tidak diputar dan diedarkan. Alasannya, film garapan Hanung Bramantyo itu tidak menceritakan sosok Soekarno yang sesungguhnya. 


"Film tentang Soekarno yang digarap Multivision Plus dan disutradarai Hanung Bramantyo tidak sesuai dengan sosok Soekarno asli. Film Soekarno memalukan," ucap Rachmawati saat jumpa pers di Universitas Bung Karno, Cikini, Jakarta, Kamis 12 Desember 2013.

Rachmawati menilai, sejak awal pembuatan skenario film, sudah terjadi pelecehan terhadap sosok Soekarno. Pada penggarap hanya memanfaatkan nama besar Soekarno untuk komersialisasi.

Pemutarbalikkan Fakta
Menurut Rachmawati, yang menjabat Ketua Yayasan Pendidikan Soekarno, film itu tidak menceritakan sosok Soekarno yang sesungguhnya. Dari adegan tangan polisi militer menampar pipi Soekarno beberapa kali, hingga terjatuh ke lantai. "Itu tidak pernah dialami oleh Soekarno," katanya.


Selain itu, dalam film itu terdapat adegan melecehkan sosok sang Presiden yang sedang merayu perempuan di dalam kamar yang mengenakan pakaian seronok.

Banyak hal yang dikritisi Rachmawati. Dalam film itu juga terdapat adegan Soekarno sedang mendiktekan Bung Hatta saat perumusan naskah proklamasi. "Padahal naskah proklamasi dibuat oleh Bung Hatta, bukan Bung Karno. Ini terjadi pemutarbalikkan fakta," kata Rachmawati.

Adik Megawati Soekarnoputri itu sebelumnya sudah melayangkan gugatan ke pengadilan agar film yang menceritakan soal ayahnya dihentikan. Sebab, isi dan cerita dalam film itu merupakan hasil ide dan gagasannya. 

Meski diprotes keras oleh keluarga, tapi pemutaran film ini sudah diputar perdana sejak Rabu kemarin dan hingga kini masih terus diputar di sejumlah bioskop. Laporan: Yoga Kuspratomo | tvOne Jakarta

Sejarah Pembantaian Tanoh Gayo, Alas, dan Batak

Pembantaian Tanah Gayo, Alas, dan Batak dilakukan oleh KNIL di bawah pimpinan G.C.E. van Daalen pada tahun 1904 selama Perang Aceh.

Latar belakang

Sejarah Pembantaian Tanoh Gayo, Alas, dan Batak
Markas Pasukan di Kuta Lintang
Pada bulan Desember 1903, Pemerintah Tanah Gayo, Alas, dan Batak mengadakan lawatan dinas dari Teluk Aru dan Salahaji ke Kuala Simpang untuk menyelidiki beberapa sengketa yang timbul antara Kejurun Karang, wilayah utama Tamiang, yang berbatasan langsung dengan permukiman Gayo, yang terletak di Krueng Tamiang. Meskipun sudah diketahui sebelumnya banyak orang Gayo - terutama dari Gayo Lues, Serbejadi, dan Linge - turun ke Tamiang untuk menjual hasil hutan dan ternaknya dan mereka sendiri perlu membeli barang impor, kunjungan itu benar-benar menunjukkan bahwa kontak penduduk asli dengan pemerintahan Hindia-Belanda jauh lebih besar ketika pegawai Belanda tidak mencatat semua kontak dengan urusan dalam suku-suku independen itu secara sistematis. Bahkan setelah pemerintah menetapkan bahwa Tanah Gayo dan Alas sudah dipertimbangkan masuk pemerintahan Aceh dan jajahannya dan harus menjadi bawahannya, tidak perlu bergantung kepada Tamiang, hingga datangnya pemerintahan militer dan sipil di Aceh dan Sumatera Timur - yang berunding satu sama lain - menunggu penambahan subdivisi Tamiang ke Aceh, pemerintahan sementara dirancang.

Seorang perwira garnisun Kuala Simpang dibebani tugas mengurusi masalah Gayo, di saat yang sama difasilitasi dengan peleton bergerak. Dengan kunjungan ini, pemerintah Tanah Gayo dan Alas bertemu dengan banyak orang Gayo dan juga dengan Kejurun Petiambang, yang antara lain melaporkan bahwa di Gayo-Lues sudah diberi penjelasan atas rencana perjalanan ke sana dan terdapat pihak penentang, yang jalan masuk paling utama ke daerah itu - Intem Intem, jalan di Pendeng dan Susoh - sudah berada dalam keadaan bertahan dari pasukan Belanda yang sedang bergerak maju, seperti yang harus dihadapi di Intem Intem pada tahun 1902. Di kejurun diberitahukan bahwa itulah yang dimaksud, perjalanan dilaksanakan dengan dukungan angkatan pasukan dan pasukan itu tidak kembali lagi, namun di mata orang Gayo pasukan Belanda tidak dapat menjangkau daerah pegunungan. Di saat yang sama pasukan diperintahkan kembali dan para pimpinannya melaporkan ke konvoi komandan bahwa pasukan musuh akan segera tiba.

Meskipun dengan sambutan itu kejurun tidak mengadakan perlawanan, ia - yang takut kepada pihak-pihak yang bermusuhan di wilayahnya - tidak bertolak dan seperti yang dapat diketahui pergi ke daerahnya bersama dengan pasukan Belanda. Dalam hubungannya dengan rencana yang ada mengenai pandangan atas Tanah Gayo-Lues dan Alas, konvoi juga dianggap penting, sehingga konvoi itu diberangkatkan yang berisi anggota garnisun dari Kuala Simpang, menuju daerah yang pernah dikunjungi Belanda dan Pendeng yang bergolak atas 2 alasan: penaklukan wilayah itu dan meratakan jalan bagi evakuasi orang yang terluka dan sakit di Gayo Lues. Oleh karena itu diputuskan bahwa pemerintah sipil dan militer memerintahkan penguasa Tanah Gayo dan Alas (yang ke arah merekalah konvoi diarahkan) untuk merancang instruksi untuk komandan pasukan yang disebutkan tadi dari Kuala Simpang; setelah instruksi ini disetujui oleh komandan militer Sumatera Timur, konvoi Tamiang ditarik ke Pedeng untuk mencapai sasaran dalam waktu yang mencukupi untuk mengantisipasi tugas berikutnya.

Angkatan dan Susunan Ekspedisi

Barisan Maréchaussée yang melakukan ekspedisi ke Tanah Gayo dan Alas tersusun sebagai berikut: komandan barisan adalah GCE. van Daalen, letnan kolonel staf jenderal; ajudannya adalah letnan artileri I JCJ. Kempees; sisanya 1 divisi maréchaussée, di bawah pimpinan Kapiten W.B.J.A. Scheepens dari 10 brigade, dipecah dalam 2 divisi, masing-masing dari 2 bagian, masing-masing dipimpin seorang letnan; 1 ambulans di bawah perwira kesehatan kelas II HM. Neeb; 1 departemen sensor di bawah LetTu Hoedt; kereta (penarik) 110 mandor dan pekerja paksa; disertai oleh Ir. Jansen dengan beberapa personel untuk mengumpulkan data geologis dan seorang mantri dari 's Lands Plantentuin te Buitenzorg (sekarang Kebun Raya Bogor) untuk mengumpulkan data botani. Saat mendarat di Ulee Lheue pada tanggal 8 Februari, kekuatan mencapai 10 perwira, 1 insinyur pertambangan, 13 bintara Eropa, 1 perawat prajurit Eropa, 208 anggota maréchaussée dari Ambon dan pribumi; kemudian personel KA, 473 mandor, pekerja paksa dan sekitar 15 kuli, penunjuk jalan dan karyawannya; seluruhnya 721 orang.

Tujuan:

Sejarah Pembantaian Tanoh Gayo, Alas, dan Batak
Rumah Sakit lapangan di Lawe Sagu
Perintah komandan barisan berkaitan dengan tujuan operasi tersebut terutama mengadakan penyelidikan ke daerah Raja Cik Bebesen di Raja Buket dan Kejurun Syiah Utama, yang di sana susunan pemerintahan yang diperlukan dirancang, melanjutkan perundingan atas kemungkinan pembangunan jalan kereta antara Danau Laut Tawar ke Peusangan dan jalur pertama untuk jalan itu diperpanjang. Di samping itu, tujuannya adalah untuk mengunjungi dan bila diperlukan juga berpatroli di wilayah Raja Linggo, mencoba berhubungan dengan tetua dan kemungkinan juga merancang aturan yang diperlukan di wilayah ini.

Mereka harus maju ke Gayo-Lues; di wilayah ini merebak perlawanan dari semua kepala desa (Reje, Cik, dan Muda); kemungkinan juga tetua-tetua desa yang lebih kecil yang bersama dengan induk maupun cabangnya akan berontak; sehingga, terutama di kampung inti Reje Petiabang, tetua terpilih tersebut (kemungkinan termasuk penghulu Si Sue Belas) bersama-sama mengumumkan bahwa Kejurun Beden disahkan oleh pemerintah sebagai Kejurun Petiambang di Gayo-Lues, yang juga dianggap pemerintah Hindia-Belanda sebagai kepala wilayah atas seluruh daerah dan keinginan kuat dari pemerintah adalah mengakhiri pemisahan kekuasaan dan pertempuran yang terjadi serta penghentian sukarela dan penentuan terakhir kejurun saat itu harus dilakukan. Hal itu juga memungkinkan Gayo-Lues mengadakan meronda sebagian besar wilayahnya yang berpenghuni, merancang susunan pemerintahan secara lebih lanjut, mencari hubungan kepada barisan yang sudah ditarik dari Kuala Simpang ke Pendeng; memberikan perintah terhadap komandan barisan serta informasi yang diberikan dan petunjuk kepada perwira yang bertanggung jawab atas urusan administrasi di bagian timur laut Reje Petiambang; strategi di wilayah Kejurun Abaq sepenuhnya bertumpu pada pandangan dan kebijakan LetKol. Van Daalen.

Lebih jauh memasuki Tanah Alas pasukan Belanda disambut perlawanan, banyak informasi yang dikumpulkan mengenai struktur pemerintahan dan administrasi serta pengaturan lainnya jika diperlukan ataupun diinginkan. Apakah memindahkan permusuhan dari Tanah Alas ke Tanah Batak yang berdekatan, atau karena urusan politik ataupun lainnya yang diperlukan Tanah Batak untuk mencapai pantai, itulah akhir dari barisan komandan yang tunduk pada persetujuan pemerintahan yang berwenang. Di samping itu, jika mungkin nasihat khusus akan menguntungkan pencarian di Singkil atas keberadaan orang Tionghoa dan penduduk non-pribumi lainnya, yang menurut pesan tersebut akan memperbaiki senjata api dan diperdagangkan di sana atas nama ketua bende Aceh seperti Teuku Ben Blang Pidie, dan juga yang dilakukan penduduk Tanah Alas dan Gayo atas senjata api dan amunisi.

Ekspedisi (8 Februari-23 Juli 1904)

Sejarah Pembantaian Tanoh Gayo, Alas, dan Batak
Sarkofagus di Temorong
Pada tanggal 8 Februari pasukan dikapalkan dan mendarat di Lhokseumawe keesokan harinya, lalu semua penumpangnya berbaris menaiki trem ke Bireuen dan menempuh perjalanan selama 4 jam, setelah itu berbaris ke bivak Teupin Blang Mane dan tiba pukul setengah tujuh. Di hari berikutnya mereka berbaris kembali, pada tanggal 18 Februari melewati beberapa ngarai dan di tengah hari mereka tiba di Tunjang yang berada pada ketinggian 900 m dan bivak dipindahkan ke Kampung Pertek; penduduk tidak menunjukkan sikap bermusuhan, beberapa penduduk yang sakit diperiksa oleh petugas kesehatan dan pada tanggal 14 Februari ekspedisi dilanjutkan. Antara tanggal 16-20 Februari bivak dipindahkan ke Kong, dan waktu tersebut dimanfaatkan oleh komandan barisan untuk mengumpulkan para tetua, mengadakan pembahasan dan menyusun ketetapan pemerintahan di wilayah Laut dan meronda lebih lanjut daerah tersebut. Antara tanggal 22-28 Februari, dibangun bivak di Kuta Rayang dan di sini dirancanglah rencana pemerintahan.

Selama ekspedisi berikutnya, mereka kehilangan arah dan harus menaiki batang pohon yang tinggi untuk menentukan arah yang benar. Di samping itu, barisan tersebut harus menghadapi medan tak rata yang berat dan ngarai yang curam sehingga harus mendaki dinding gunung menggunakan tangan dan kaki, sementara batang dan akar menjadi pegangan arah. Berulang kali mereka harus menghindari aliran sungai yang deras (20-30 kali sehari). Pada tanggal 9 Maret, mereka mencapai Kela, esoknya mereka berbaris ke Rerebe, dan menghadapi perlawanan pertama di sini. Musuh kehilangan 3 orang dan satu-satunya yang terluka dapat dihalau dan sebagian dikejar, dan bivak dipindahkan ke kampung tersebut hingga tanggal 13 Maret. Setelah wilayah tersebut dibersihkan oleh patroli itu, banyak anggota yang tewas, dan besoknya perjalanan dibagi dalam 2 kelompok; kesatuan yang berjumlah 16 orang dipimpin menuju Pasir; kesatuan di bawah pimpinan Let. Winter, Hans Christoffel dan Kempees beranggotakan 14 orang dan dipimpin melintas sepanjang Krueng Tripa, Paser setelah menghadapi perlawanan berat sementara musuh juga banyak yang dibantai; pada tanggal 18 Maret, pasukan tersebut berjalan ke Gemuyang dan Peparik Gaib; setelah perlawanan sebuah keluarga yang fanatik tersebut yang di dalamnya banyak pula wanita yang turut perang akhirnya jatuh juga; dari sini juga banyak jatuh korban dari pihak musuh dengan korban sebanyak 308 orang, di antaranya 168 orang laki-laki, 92 orang wanita dan 48 orang anak-anak. Sedangkan yang luka-luka sebanyak 47 orang, di antaranya seorang pria, 26 orang wanita dan 20 orang anak-anak. Hanya 12 orang yang tertangkap hidup-hidup, terdiri atas 3 orang wanita dan 9 orang anak-anak.

Di saat yang sama perlawanan masih berlanjut: Belanda terus-terusan memborbardir perkampungan di wilayah bergunung-gunung tersebut; dari laporan yang datang diketahui bahwa penduduk yang dibakar semangatnya oleh ulama sudah lama mempersiapkan diri untuk menghadapi pertempuran sengit itu. Pada tanggal 22 Maret, sebuah perkampungan yang luas ditaklukkan setelah pertempuran yang lama dan sengit; Durin, Kuta Lintang, Reje Silo dan Kuta Blang telah ditaklukkan Belanda; di sini banyak pula korban yang berjatuhan dari pihak musuh. Kini Kuta Lintang akan dijadikan bivak permanen, sebagai pusat kampung-kampung sekitarnya yang mungkin masih bergolak. Lalu barisan tersebut menuju ke daerah tersebut hingga tanggal 4 Juni, ketika usulan ekspedisi ke Tanah Alas disetujui. Selama masa tersebut, kampung-kampung ini jatuh: Badak (4 April), Cane Uken dan Tungel (21 April), Penosan (11 Mei), dan Tampeng (18 Mei); setiap hari diadakan ronda dan penyergapan malam hari juga banyak membunuh musuh. Setelah jatuhnya Tampeng, perlawanan di Gayo Lues dapat dipatahkan, dan para tetua suku memenuhi panggilan komandan barisan pada tanggal 2 Juni. Dalam pertemuan resmi itu, Belanda mengumumkan bahwa mereka harus menaati pihaknya. Program tersebut berakhir, dan pada tanggal 4 Juni, ekspedisi menuju Tanah Alas dijalankan.

Sejarah Pembantaian Tanoh Gayo, Alas, dan Batak
Overste Van Daalen mengumpulkan semua tetua Gayo-Lues.
Di hari berikutnya, barisan tersebut melanjutkan perjalanan. Pada tanggal 10 Juni, penduduk yang melawan di kampung N. Tualang dihalau dan dikejar hingga Penampaan, lalu bivak dipindahkan. Besoknya, mereka memasuki bagian tengah Tanah Alas, yang sebagian diperkuat namun sudah ditinggalkan oleh penduduk sehingga Kampung Lawe Sagu diduduki dan tetap di sana hingga tanggal 16 Juni; tak hana oleh pemborbardiran dan ronda yang terus-menerus ke wilayah tersebut, namun laporan yang masuk juga mengatakan bahwa penduduk Tanah Alas, yakni Kejuron Bambel, bukan Batu Mbulan, telah mempersiapkan diri menghadapi serangan itu, dan dibakar semangatnya oleh sejumlah alim ulama. Pada tanggal 14 Juni, dengan dikuasainya benteng Kuta Rih setelah perlawanan yang amat berat. Tindakan keras dilakukan dengan membunuh juga 189 orang wanita, dan 59 orang anak-anak. Yang luka-luka sebanyak 51 orang, antaranya 25 orang wanita dan 31 orang anak-anak, yang tertangkap hidup-hidup dua orang wanita dan 61 orang anak-anak.

Kampung Bambel yang berada di atas Krueng Singkil dijadikan bivak; dari tempat itu, berturut-turut kubu di Likat dan Kute Lengat Baru jatuh pada tanggal 20 dan 24 Juni setelah perlawanan berat. Dalam pertempuran di Likat, pasukan Belanda membantai tanpa pandang bulu, sehingga 432 orang mati terbunuh, di antaranya 220 pria, 124 wanita, dan 88 orang anak-anak. Yang luka-luka berat dan ringan sebanyak 51 orang, di antaranya 2 orang pria, 17 orang wanita dan 32 orang anak--anak, yang tertangkap hidup-hidup hanya anak-anak sebanyak 7 orang. Dengan jatuhnya kubu pertahanan tersebut, perlawanan di Krueng Bambel dipatahkan, sementara Kejuron Batu Mbulan - di mana terdapat 2 kubu, Batu Mbulan dan Tanjung yang telah ditinggalkan tepat pada waktunya - tetap tenang dengan pimpinan Berakan, putera Reje Mbulan, tanpa sikap permusuhan apapun. Pada tanggal 29 Juni, tetua Bambel dan Batu Mbulan muncul bersama rombongannya, yang setelah itu ditahan oleh komandan barisan.

Seusai menyelesaikan tugas di Tanah Alas, Van Daalen meneruskan perjalanan ke Tanah Karo pada tanggal 1 Juli, dan mencapai Tanah Pakpak. Di hari berikutnya barisan tersebut meneruskan perjalanan dan melakukan penyerbuan, selanjutnya tiada lagi perlawanan. Pada tengah hari tanggal 20 Juli ekspedisi tersebut berakhir di Sibolga setelah perjalanan panjang. Esoknya pasukan tersebut berlayar menaiki kapal uap Albatros dan Gier dan tiba pada tengah hari tanggal 23 Juli di Ulee Lheue, dan disambut oleh Gubernur Aceh dan Jajahannya bersama pejabat lainnya.

Sumber: Wikipedia
Van Daalen GCE. 1902. Journaal van de commandant der marechaussees colonne ter achtervolging van de pretendent-sultan in de Gajolanden. Lampiran ekstra Indisch Militair Tijdschrift. Seri I. Hal. 31-86.
Kempees JCJ. 1905. De tocht van overste van Daalen door de Gajo-, Alas- en Bataklanden van 8 februari tot 23 juli 1904. Amsterdam: J.C. Dalmeijer.
1905. Verslag van de tocht naar de Gajo- en Alaslanden in de maanden februari tot en met juli 1904 onder luitenant-kolonel van de generale staf G.C.E. van Daalen. Met 4 kaarten en 17 bijlagen. Lampiran ekstra Indisch Militair Tijdschrift no. 14.
1905. Geneeskundig rapport betreffende de excursie naar de Gajo- en Alaslanden onder luitenant-kolonel G.C.E. van Daalen. Lampiran ekstra Indisch Militair Tijdschrift no. 15.

Gus Dur "Saya Nabinya Orang Aceh"

» Posted On : 07 - Agu - 2011 | Published by : Azzan Djuly el-Asyi
Gusdur "Saya Nabinya Orang Aceh"
Foto: Ist
Bagi Aceh, Gus Dur di samping dianggap sebagai sosok yang meresahkan juga sebagai peletak dasar fondasi perdamaian. Banyak hal yang patut dicatat dari tokoh yang penuh kontroversi ini, terutama jika dikaitkan dengan Aceh. Meresahkan, karena dalam sejumlah pernyataannya, Gur Dur selalu menyinggung perasaan orang Aceh. Publik Aceh tentu belum lupa dengan pernyataan Gus Dur yang menyebut dirinya sebagai ‘nabi’nya orang Aceh. 

Selain itu, tuntutan referendum yang disuarakan rakyat Aceh dianggap angin lalu saja. Bahkan, dalam salah satu pernyataannya, Gus Dur mengklaim yang menuntut referendum hanya ratusan orang saja, padahal saat Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum (SUMPR), jutaan rakyat Aceh tumpah ruah ke Banda Aceh.

Tetapi, terlepas dari itu, Gus Dur juga peletak dasar perdamaian. Pada pemerintahan Gus Durlah, pembicaraan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia menjadi terbuka. Padahal, sebelumnya, pembicaraan dengan GAM sesuatu yang tabu, sehingga peluang perdamaian seperti ditutup rapat, apalagi jika sampai mengakomodasi tuntutan kemerdekaan. 

Saat sejumlah tokoh nasional mengecam pendekatannya untuk Aceh, Gus Dur tetap memilih menempuh cara-cara penyelesaian yang lebih simpatik: mengajak tokoh GAM duduk satu meja untuk membahas penyelesaian Aceh secara damai. Bahkan, secara rahasia, Gus Dur mengirim Bondan Gunawan, Pjs Menteri Sekretaris Negara, menemui Panglima GAM Abdullah Syafii di pedalaman Pidie. Di masa Gus Dur pula, untuk pertama kalinya tercipta Jeda Kemanusiaan. 

Siapapun tahu, kalau Gus Dur sosok humoris. Salah satu humornya yang paling diingat adalah humor tentang presiden. Coba simak petikan humornya yang konon terjadi kala bertemu dengan Fidel Castro. Saat itu Castro menyatakan kekagumannya pada Indonesia dan menyatakannya sebagai bangsa yang besar.

Gus Dur seperti biasanya menanggapi pujian Castro dengan humornya, berikut:

Ya iyalah. Itu kan karena presiden Indonesia pada gila semua. Soekarno, presiden gila wanita. Soeharto, presiden gila harta. Habibie, presiden yang benar-benar gila ilmu dan teknologi. Nah, saya sendiri presiden yang benar-benar gila yang dipilih oleh orang-orang gila.”

Begitulah adanya Gus Dur. Selalu punya cara dan kesempatan untuk membuat orang banyak tertawa untuk kemudian memetik “pembelajaran” dari humornya.

Jasa untuk Aceh
Tak ada yang diingat oleh orang Aceh pada sosok Gus Dur, kecuali pernyataannya yang menyakiti perasaan umat Islam Aceh dengan menyebut dirinya ‘nabi’ orang Aceh. Sehingga dirinya sangat memahami tuntutan orang Aceh. Sontak, pernyataan itu membuatnya dikecam. Dalam suatu pertemuan di tahun 1999 di Kampus Darussalam, Gus Dur pernah diusir dalam sebuah forum.

Tetapi, jasanya terhadap Aceh juga tak sedikit. Saat pemerintahannya, bahkan Aceh hampir mendapatkan kemerdekaan. Saat itu, pasca SU MPR Aceh, 8 November 1999, saat seluruh Aceh mabuk dalam euphoria referendum, Presiden Gus Dur yang sedang melawat ke Pnom Phen, Kamboja, merespon tuntutan rakyat Aceh dengan mengatakan, “Kalau boleh ada referendum di Timor-Timur kenapa di Aceh tidak boleh? Itu tidak adil namanya.” 

Bentuk keseriusannya untuk menyelesaikan Aceh, Gus Dur menjanjikan pelaksanaan referendum di Aceh akan digelar tujuh bulan lagi, pasca protes massal rakyat Aceh yang menuntut referendum dengan opsi merdeka. Meski, banyak publik di Aceh menyakini hal itu hanya trik Gus Dur mengulur-ulur waktu untuk meredam kemarahan orang Aceh.

Sebagai tokoh yang melampaui zamannya, Gus Dur cukup paham dengan bentuk kemarahan yang ditunjukkan oleh orang Aceh. Menurutnya, tuntutan rakyat Aceh, meskipun cukup serius, harus ditanggapi, meski harus berbohong sekalipun. Saat itu, sikap Gus Dur terpecah. Di satu sisi, dia sebagai seorang demokrat sejati, yang percaya bahwa aspirasi rakyat merupakan suatu yang harus didengarkan. Namun, di pundaknya pula nasib Indonesia yang baru terlepas dari diktatorian, harus dipertahankan dari perpecahan. Banyak pihak yang mewanti-wanti agar Gus Dur tidak mengikuti jejak Presiden BJ Habibie yang memerdekakan Timor-Timur.

Dalam suatu wawancara dengan Radio Netherland, Gus Dur berujar, “Sebagai seorang Demokrat saya tidak bisa menghalangi keinginan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri. Tetapi sebagai seorang republik, saya diwajibkan untuk menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.

Dan Gus Dur tidak bisa mengelak. Meski Aceh tidak dibiarkan merdeka, tetapi dia sudah memprakarsai penyelesaian Aceh di meja perundingan, dengan menghentikan pertumpahan darah dengan lahirnya Jeda Kemanusiaan. Hingga dilengserkan dari kursi presiden, Gus Dur belum membiarkan rakyat Aceh menentukan nasib sendiri, seperti janjinya. Kini, Gus Dur telah tiada. Sosoknya yang kontroversial pergi bersama tugas-tugas yang belum selesai, termasuk mungkin menulis pengantar untuk buku “Ilusi Negara Islam”. Selamat jalan, Gus! (HA 311209)

Sumber :
* Taufik Al Mubarak  - Jumpueng.blogspot.com
* Risman Aceh -Kompasiana : Gus Dur Kesandung Humor Nabinya Orang Aceh
Image and video hosting by TinyPic
 
Support : Creator Website | Muhammad Zaid Zuhdi | Bandung
Copyright © 2011. BLOGGER TAKENGON - All Rights Reserved
Redaksi Luttawar Menerima Kiriman Tulisan dan Foto dari Pembaca
Kirimkan Tulisan dan Foto Anda Via E-mail | redaksiluttawar[at]gmail.com |